HARI GURU

Advertise

Monday, September 29, 2025

Arogansi Keterlaluan! Security PT Kim II Mabar Diduga Halangi Awak Media Akses ATM Mandiri



Arogansi Keterlaluan! Security PT Kim II Mabar Diduga Halangi Awak Media Akses ATM Mandiri






Medan, Senin (29/09/2025) 22:40 WIB — Dunia pers kembali tercoreng oleh ulah oknum keamanan yang diduga bertindak sewenang-wenang. Seorang awak media berinisial SY mendapat perlakuan tidak menyenangkan ketika hendak melakukan transaksi di mesin  ATM Bank Mandiri yang berlokasi di area PT Kim II Mabar.





Alih-alih mendapat pelayanan aman, SY justru dihadang oleh beberapa petugas keamanan berseragam yang melarangnya masuk ke bilik ATM. Alasan yang diberikan pun dinilai janggal dan menyesatkan.




Alasan Mengada-ada: ATM Dibilang Offline Padahal Normal



Menurut pengakuan SY, dirinya diminta untuk tidak menggunakan ATM tersebut dengan dalih bahwa mesin dalam kondisi offline. Namun, setelah dicek langsung, lampu dan layar ATM tampak menyala serta menunjukkan bahwa mesin dapat beroperasi normal.

> “Ini bukan soal saya tidak bisa menarik uang, tapi ini jelas **pembohongan publik**. ATM-nya menyala, mesin siap digunakan, tapi dibilang offline. Alasannya sangat tidak masuk akal dan terkesan dibuat-buat,” ujar SY dengan nada kecewa.





Arogansi atau Standar Ganda?




Peristiwa ini memunculkan dugaan adanya arogansi kelembagaan dan standar ganda dalam tata kelola keamanan PT Kim II Mabar. Petugas keamanan yang seharusnya menjamin kenyamanan, justru diduga melangkahi kewenangannya hingga menghalangi akses publik terhadap fasilitas perbankan.




Larangan mengakses fasilitas publik tanpa alasan yang sah berpotensi mencederai hak warga negara dan merusak citra Bank Mandiri sebagai penyedia layanan keuangan terpercaya.




Desakan Evaluasi Total PT Kim


Insiden ini mendapat sorotan dari kalangan aktivis pers. Mereka menuntut agar manajemen PT Kim segera melakukan **evaluasi menyeluruh** terhadap SOP (Standar Operasional Prosedur) serta membenahi etika personel keamanannya.

> “Tindakan menghalangi hak warga negara untuk bertransaksi, apalagi dengan alasan bohong, adalah preseden buruk. PT Kim harus bertanggung jawab penuh dan menjatuhkan sanksi tegas kepada oknum yang bersangkutan,” tegas SY.



Publik Menunggu Langkah Tegas



Kasus ini bukan sekadar insiden kecil, melainkan  peringatan keras bagi perusahaan agar tidak abai terhadap profesionalisme aparat keamanan internal.

Publik kini menanti langkah nyata dari PT Kim II Mabar — apakah akan bersikap tegas memperbaiki citra perusahaan, atau justru membiarkan kesan arogan semakin melekat di mata masyarakat.

(TIM/SY)




Wednesday, September 24, 2025

Hari Tani Nasional 2025: DPP GNI Serukan Hentikan Praktik HGU yang Rampas Tanah Ulayat





Jakarta, 24 September 2025 –
Dalam momentum Hari Tani Nasional, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Generasi Negarawan Indonesia (DPP GNI), Rules Gajah, S.Kom, menyampaikan kritik keras terhadap praktik Hak Guna Usaha (HGU) yang dinilai telah menjadi bentuk penjajahan baru atas tanah adat dan tanah ulayat masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.



HGU Disebut Sebagai “Penjajah Baru”







Rules Gajah menegaskan bahwa banyak konflik agraria yang muncul selama ini bermula dari dalih perusahaan pemegang HGU yang merampas tanah adat dan tanah ulayat milik masyarakat.



“HGU hari ini adalah wajah penjajahan nyata. Atas nama konsesi, tanah ulayat dan tanah adat dirampas dari masyarakat. Kami menegaskan: Stop HGU!,” tegasnya.



Menurutnya, kebijakan yang semestinya memberi manfaat pembangunan justru seringkali dimanfaatkan korporasi untuk menyingkirkan hak-hak rakyat kecil, khususnya petani tradisional yang menggantungkan hidup dari tanah warisan leluhur.




Payung Hukum yang Terabaikan



GNI menilai bahwa praktik perampasan tanah ulayat jelas bertentangan dengan dasar hukum yang berlaku, antara lain:



  • UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA): menegaskan bahwa tanah mempunyai fungsi sosial, bukan hanya komoditas ekonomi.

  • UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: menjamin hak masyarakat adat untuk hidup dan mempertahankan tanah ulayatnya.

  • UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan & Putusan MK No. 35/PUU-X/2012: mengakui hutan adat bukan lagi hutan negara, melainkan hak masyarakat adat.

  • UUD 1945 Pasal 28A & 28H: menegaskan hak atas hidup, serta hak atas lingkungan yang layak.


Tuntutan DPP GNI



Dalam pernyataannya, GNI menyampaikan beberapa tuntutan mendesak kepada pemerintah dan DPR RI:


  1. Cabut izin HGU yang tumpang tindih dengan tanah ulayat dan tanah adat.

  2. Reformasi agraria sejati untuk mengembalikan tanah kepada rakyat, bukan hanya sekadar jargon politik.

  3. Audit menyeluruh terhadap perusahaan pemegang HGU, termasuk kepatuhan terhadap aspek sosial dan lingkungan.

  4. Perlindungan hukum bagi masyarakat adat agar tidak lagi terjerat kriminalisasi saat memperjuangkan tanahnya.



Seruan Solidaritas



Rules Gajah mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, organisasi tani, akademisi, dan aktivis hukum untuk mengawal perjuangan petani dan menolak praktik perampasan tanah atas nama HGU.



“Hari Tani Nasional harus menjadi momentum kebangkitan rakyat melawan penjajahan gaya baru. Tanah adalah hidup. Hilang tanah berarti hilang masa depan,” tutupnya.



( TIM)